Follow | Dashboard

ABOUTAFFISFRIENDSSHOUT

Welcome!! Enjoy & don't say harsh word~
This blog created by Adleeiaillust in 24 July 2011. Blog only looks nice in GOOGLE CHROME

Ryo (SuperCell) Ft. Hatsune Miku
Odds & Ends

Flashforward |Flashback
Komik Berkualitas, Komik Menjual
Jumat, 05 Agustus 2011 @ 4:08:00 PM ~ 0 Comments


“Komik apa sih yang menjual di Indonesia?”
Sebuah pertanyaan besar yang kebanyakan komikus tidak mengetahui jawabannya. Kualitas komik, pemasarannya, selera pasar dan lain sebagainya menjadi aktor yang mendapat perdebatan tiada akhir. Namun ketika ditanyakan “Komik seperti apa yang berkualitas” pasti komikus lebih mudah menjawabnya. Walaupun sayangnya kebanyakan komik berkualitas seperti One piece, X-men, dan Tintin berasal dari karya-karya komikus luar negeri yang memiliki industri komik yang lebih mapan. Tapi pastinya kita sendiri akan getol membahas materi tersebut. Terutama di saat kita membicarakan parameter pembeda komik lokal vs. luar negeri.

Dalam tulisan ini penulis akan mengulik elemen-elemen yang mempengaruhi kualitas komik sehingga komik tersebut layak untuk dibeli oleh para pembaca dan penggemar komik. Istilahnya, kita bicara marketing by product pada artikel ini. Elemen-elemen tersebut adalah:

10% GAMBAR
Sayang sekali, gambar menurut penulis hanya menyumbang 10% dari kontribusi komik berkualitas. Tapi itulah yang ditekankan orang awam dan bahkan kebanyakan komikus di Indonesia. Faktanya : gambar itulah saringan pertama mata kita dalam melihat Apapun! Banyak orang yang tidak mengindahkan peribahasa "jangan menilai buku dari sampulnya" dan menilai komik hanya dari segi art nya saja. Hal ini wajar karena secara instingtif, kita memilih yang cantik-cantik dan menjauhi yang buruk-buruk.

Ironisnya, perdebatan mengenai gambar tak pernah habis - terutama soal style. Seringkali Shinchan diadu dengan Hokuto no Ken atau karya DC dan Marvel yang menekankan detil. Penulis merasa ini wajar terutama bila pembicaranya berangkat dari dunia ilustrasi. Padahal perdebatan ini salah arah.
Shincan. Contoh bahwa art bukan faktor besar dalam membuat komik

Ekspektasi
Hal yang harus menjadi perhatian sebenarnya adalah bahwa masing-masing genre dan style komik memiliki saringan ekspektasi pasar yang berbeda satu dengan lainnya. Seperti membandingkan genre shonen dan shoujo, coba saja bayangkan kalau membaca komik shonen dengan gaya gambar shoujo atau sebaliknya. Mungkin bisa pas tapi kesannya tidak nyaman dibaca. Ketidaknyamanan terjadi karena antara gambar dan tema menjadi tidak koheren atau istilahnya “Di luar ekspektasi kita sebagai pembaca”. Jadi sangatlah tidak adil jika main pukul rata terhadap semuanya. Cukuplah kita penuhi ekspektasi pasar dengan gaya gambar yang kita miliki maka karya komik akan dibaca oleh pembaca.

Konsistensi
Satu elemen mutlak lain yang dibutuhkan adalah KONSISTENSI kualitas gambar. Kualitas gambar yang konsistensi akan memudahkan pembangunan kesinambungan imajinasi komik dalam benak pembaca. Ketidakkonsistenan kualitas gambar akan menghancurkan imajinasi pembaca komik. Ujung-ujungnya akan mengecewakan pembaca karena merasa komikusnya ‘kurang niat’ dalam membuat komiknya. Tanyalah diri sendiri saat membaca komik yang art-nya bagus di depan tapi loyo di belakangnya. Nyamankah untuk dibaca?

20% KONTEN CERITA
Jika gambar adalah saringan pertama pembaca dalam memutuskan untuk membaca komik maka konten cerita adalah nyawa dari komik itu sendiri. Sebuah konten cerita kadang bisa sangat sederhana atau malah bisa terlihat rumit dan ‘ngejelimet’. Konten cerita inilah yang juga akan menentukan segmen pasar. Semakin ribet semakin dewasa targetnya, semakin simple semakin luas cakupan targetnya.

Namun sebelum itu penting memastikan bahwa konten cerita tersebut MASUK AKAL. Mengapa? Karena dengan konten cerita yang masuk akal dalam artian memiliki rantai logika sebab akibat yang jelas dan alasan yang menjelaskan konten tersebut meski tidak harus realistis maka hal ini mampu meyakinkan dan membawa pembaca hanyut kedalam cerita komik.

Konten cerita juga dituntut bisa menjawab kebutuhan dari segmen masyarakat yang membaca komik tersebut. Segmen masyarakat : semua umur, anak-anak, remaja laki-laki, remaja perempuan, dewasa laki-laki, dewasa perempuan tentunya memiliki kebutuhan konten cerita yang berbeda. Dengan menjawab kebutuhan dari masing-masing segmen masyarakat akan memudahkan pembaca menjadi bagian dari cerita yang komikus sampaikan dan memudahkan pembaca menangkap pesan dari konten cerita yang komikus sampaikan.

30% PENUTURAN CERITA
Cerita adalah jembatan. Salah langkah = Tercebur

Jika konten cerita adalah sebuah pohon di seberang sungai maka penuturan cerita adalah jembatan yang membawa pembaca menyeberanginya. Terserah apakah nantinya pembaca hanya menyentuh, memanjat atau sampai mengambil buah dari pohon tersebut. Konten cerita yang bagus tentu akan sulit dinikmati jika tidak memiliki penuturan cerita yang bagus dan mampu membawa emosi pembacanya. Alih-alih, pesan yang dibawakan tidak akan dilirik.

Sebuah penuturan cerita dalam sebuah komik yang berkualitas didukung oleh sinematografi komik yang apik. Sinematografi komik mirip dengan storyboard film karena komik, sama seperti animasi dan film, termasuk dalam sequential art, seni yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Paneling yang dinamis dan mampu memvisualisasikan pergerakan cerita menjadi kata kuncinya sehingga pembaca tidak merasa bosan dan berakhir sebelum cerita mencapai klimaks dan konklusi akhir.

40% PENOKOHAN
Penokohan atau karakter tokoh dalam komik memegang peranan besar dari terjualnya sebuah komik bahkan pada komik yang memiliki cerita jelek sekalipun. Penulis setuju sekali dengan pendapat bahwa sebuah cerita pasti akan memiliki akhir, namun karakter akan hidup selamanya seperti halnya Doraemon yang tetap hidup di hati dan tetap tayang di salah satu televisi swasta nasional meski pengaranganya sendiri Fujiko Fujio telah tiada.

Karakter yang bagus memiliki tampilan yang menarik seperti halnya ketika kita menilai seseorang ketika pertama kali bertemu, penampilan yang good looking tentunya akan memberikan kesan positif pada orang tersebut. Tampilan yang menarik menyebabkan kita betah memandang karakter tersebut lama-lama atau paling tidak pembaca tak akan mengalami kekeliruan dalam mengenali siapa yang menjadi figuran dan karakter utama. Idealnya pemeran utama harus lebih ‘nampol’ dari figuran.

Juctice League. Contoh di mana karakter-karakter representatif dan nendang berkumpul

Tampilan yang bagus tidaklah cukup, karakter yang menarik mesti didukung dengan inner atau kepribadian yang menarik pula untuk menguatkan pesan yang disampaikan oleh komikus. Karakter yang berkepribadian biasa dan kurang menarik cenderung sangat mudah dilupakan. Bila diibaratkan duta, maka bila duta telah dilupakan, jangan salahkan bila produk (komik) juga dilupakan.

Ada alasan lain juga mengapa karakter menjadi sangat penting dan tidak boleh dikesampingkan. Keuntungan dari pengembangan industri merchandise adalah alasannya. Sebuah karakter yang menarik secara luar dan dalam akan mudah dijual dalam bentuk alat-alat tulis, pakaian, pin, mug dan lain-lain yang tentunya akan menambah pundi-pundi uang para komikus.

PENUTUP
Akhir kata, elemen-elemen dan persentase yang saya sebutkan hanya sekedar alat untuk mempermudah komikus ataupun pembaca dalam memahami tiang-tiang pendukung dari sebuah komik berkualitas yang layak dijual. Sebuah komik yang bagus tetaplah tidak lepas dari ketekunan komikusnya sendiri dalam terus berkarya dan mengevaluasi setiap langkah-langkahnya.

Credit to Ranoa from Well+Done Group

Label: